Category

Loading

Kategori

Saturday, July 30, 2011

Makhluk-Makhluk Seram dan Menakutkan Yang Terlihat Tidak Nyata

Inilah Daftar binatang paling aneh menyeramkan dan menakutkan yang seolah-olah terlihat seperti tidak nyata

11. Kadal Spiderman (Agamas mwanzae):
Dengan kulit yang berwarna merah dan biru, membuat kadal ini sangat mirip dengan tokoh superhero Spider-man. Kadal ini ditemukan di Kenya, orang sana menyebutnya dengan Agamas mwanzae atau kadal spiderman.


Eksotis dan fashionable, begitulah kadal ini. Banyak orang memburunya untuk di jadikan binatang peliharaan. Tetapi hewan seram Yang Terlihat Tidak Nyata ini memerlukan peralatan khusus untuk menjaga keseimbangan suhu mereka jika ingin di pelihara diluar habitatnya.
Kadal ini tidak mengeluarkan jaring seperti spider-man, tapi mereka dapat merubah warna seperti hewan melata kebanyakan. Mereka juga dapat berlari kencang dengan menggunakan bagian belakang kakinya dan bisa menempel di tembok secara vertikal seperti spider-man.

10. Hemeroplanes caterpillar


bentuknya menyerupai pohon sehingga susah dilihat oleh pemangsanya selain itu hewan ini juga memiliki racun yang cukup berbahaya

9.Satanic leaf-tailed gecko


Uroplatus phantasticus , Evolusi telah membuat hewan ini menyerupai daun yang sudah kering. Meskipun wajah dan bentuknya sangar dan agak mengerikan, namun tidak berbahaya bagi manusia dan hanya bisa ditemukan di madagaskar.

8.Leafy Sea Dragon
Leafy Sea Dragon



Phycodurus eques Yang ini dah ada di sea world dapat ditemukan di pantai selatan dan barat Australia

7.Hairy crab
Hairy crab


Kiwa hirsuta Dikenal sebagai kepiting yeti.kelihatannya diselubungi oleh bulu, tapi sebenarnya hewan ini diselubungi oleh duri-duri halus bernama “setae” yang juga terdapat di beberapa kaki udang.

Sama seperti beberapa hewan di atas. hewan ini juga hidup dalam kegelapan.

6.Hatchetfish

Hatchetfish


Sternoptychidae Ikan ini hidup di daerah yang bener2 gelap. Terutama di perairan laut dalam. Bisa mengeluarkan cahaya dari organ-organ dalam tubuhnya untuk memancing makanannya…
ukurannya cuman beberapa cm aja..

5. Assassin spider
Assassin spider


Archaeidae meskipun namanya bikin :ngeri tapi hewan ini 100% tidak berbahaya bagi manusia… dan hanya berukuran +/- 2 mm..

makanannya cuman laba-laba yang lebih kecil…

4.Blobfish
Blobfish


Psychrolutes marcidus Ditemukan di lautan dekat Australia dan Tasmania. ikan ini jarang sekali bergerak, bahkan seringkali terlihat seperti udah mati…

3. Glass frog

Glass frog


(Centrolenidae) kodok tropis amerikia ini sangat sangarr karena kulitnya yang transparan yang membuat mereka menjadi bahan pembelajaran anatomi katak yang hidup (tanpa harus dibedah dulu..)

organ2 dalamnya sangat terlihat jelas seperti jantung dan organ pencernaannya

2. Blanket Octopus (Tremoctopus violaceus)

Blanket Octopus (Tremoctopus violaceus)


Bentuknya aneh, seperti alien yang datang dari luar angkasa. Meski begitu hewan ini memiliki beberapa keunikan. Berat betinanya bisa mencapai 40.000x berat si jantan, yang jantan cuma 2,4 cm panjangnya sedangkan yang betina gede banget.

1. Olm ( Proteus anguinus)

Olm ( Proteus anguinus)



Binatang amfibi yang hidup di gua paling dalam dan paling gelap di daerah EROPA terutama di Slovenia. hewan ini sering disebut sebagai “baby dragon” karena bentuknya yang unik.. 100% buta secara visual tapi dapat menagkap sinyal elektrik maupun sinyal bahan kimia.





Tuesday, July 26, 2011

Spesies Bambu Dunia Itu Ada Di Jawa barat

ImageBandung, Kompas - Bambu menjadi ikon Jawa Barat. Hal ini tidak berlebihan karena Jabar menjadi daerah asal sebagian besar bambu di dunia. Sayang, budaya bambu di Jabar tergerus modernisme Barat sehingga keunggulan bambu lambat laun terkikis. Adapun teknologi di bidang bambu belum banyak memberikan solusi. Menurut pengurus harian Yayasan Bambu Indonesia, Jatnika, Jumat (27/7), ada 127 spesies bambu di dunia. Indonesia memiliki 105 spesies. Dari 127 spesies bambu di dunia, sebanyak 90 spesies merupakan spesies asli Jabar.


Dengan kekayaan bambunya, tak mengherankan bila masyarakat Sunda sangat akrab dalam memanfaatkan bambu di masa lalu. Namun, setelah makin banyak lahan bambu ditebang dan diubah fungsinya menjadi permukiman serta dorongan kehidupan modern Barat yang memperkenalkan plastik dan lain-lain, bambu lambat laun ditinggalkan masyarakat Sunda.

"Sebelum tahun 1960-an, penggunaan bambu oleh masyarakat Sunda masih cukup banyak dan tampak. Tetapi, setelah tahun 1960-an mulai banyak bahan lain masuk untuk membuat rumah, peralatan rumah tangga, dan lainnya," kata Jatnika.

Jatnika menyayangkan masyarakat Sunda yang meninggalkan budaya bambu di zaman modern. "Padahal, masyarakat Sunda sudah berabad-abad menggunakan bambu dan memiliki pengalaman yang cukup baik dalam memanfaatkan bambu. Banyak di antara pengalaman tersebut belum dapat dijelaskan. Andai saja budaya bambu tidak ditinggalkan dan teknologi serta penelitian mengenai bambu ditingkatkan, makin banyak pengalaman leluhur yang bisa dijelaskan secara logika dan makin menyejahterakan masyarakat," tuturnya.




Ritual Penebangan
Salah satu pengalaman leluhur masyarakat Sunda yang sudah didapat penjelasannya lewat penelitian adalah mengenai ritual penebangan bambu.

Dalam penebangan bambu ada banyak syarat yang harus dilakukan. Empat di antaranya adalah tidak menebang bambu pada saat terang bulan, pada pagi hari, saat muncul rebung, dan saat rumpun bambu mulai berbunga.

Penjelasannya, saat bambu sedang memiliki rebung, sesungguhnya berat batang bambu berkurang setengahnya karena bambu yang lebih tua sedang mengalihkan zat kalk pada anak bambu atau rebung. Jadi, sebatang bambu yang biasanya memiliki berat 10 kilogram tinggal 5 kilogram.

Sementara itu, di pagi hari bambu biasanya sedang mengisap makanan yang mengandung banyak gula. Akibatnya, ketika ditebang pada pagi hari, bambu memiliki kadar gula tinggi yang memudahkannya dimakan rayap. Bambu seperti itu tidak bisa tahan lama.

Bambu tak bisa ditebang saat terang bulan karena kadar airnya sedang tinggi. Kadar air yang tinggi menimbulkan kadar gula yang tinggi juga. Sementara itu, bambu yang berbunga menandakan bambu sudah akan mati karena stres dengan keadaan di sekitarnya. Stres pada bambu bisa disebabkan oleh banyaknya zat kimia beracun di sekitar rumpun bambu atau terpaan angin besar.

Wawan Juanda, Creative Director Bambu Nusantara World Music Festival, mengungkapkan, sosialisasi manfaat bambu harus makin gencar dilakukan oleh berbagai pihak. Sebab, bambu sudah diketahui besar manfaatnya bagi kehidupan manusia, mulai dari pangan, papan, hingga pemenuh kebutuhan tersier. (ynt)


Alat Musik dari Bambu
- Angklung di wilayah Priangan, Bogor, Cirebon.
- Arumba di wilayah Cirebon.
- Bangkong reang di wilayah Bandung.
- Calung di wilayah Ciamis, Tasikmalaya.
- Celempung di wilayah Bandung.
- Hatong di wilayah Bandung.
- Kungklung di wilayah Bandung.
- Kohkol di wilayah Bandung.
- Karinding di wilayah Tasikmalaya.
- Ringkung di wilayah Bandung.
- Lodang di wilayah Ciamis, Kuningan, Subang.
- Suling di wilayah Cirebon, Cianjur.

Paribasa Kolot Baheula

Paribasa atau pepatah yang sudah diinformasikan secara lisan turun temurun dari para leluhur (karuhun) untuk bekal menjalani kehidupan.
  1. Hubungan Dengan Sesama Mahluk
    • Ngeduk cikur kedah mihatur nyokel jahe kedah micarek (Trust - ngak boleh korupsi, maling, nilep, dlsb... kalo mo ngambil sesuatu harus seijin yg punya).
    • Sacangreud pageuh sagolek pangkek (Commitment, menepati janji & consitent).
    • Ulah lunca linci luncat mulang udar tina tali gadang, omat ulah lali tina purwadaksina (integrity harus mengikuti etika yang ada)
    • Nyaur kudu diukur nyabda kudu di unggang (communication skill, berbicara harus tepat, jelas, bermakna.. tidak asbun).
    • Kudu hade gogod hade tagog (Appearance harus dijaga agar punya performance yg okeh dan harus consitent dengan perilakunya --> John Robert Power melakukan training ini mereka punya Personality Training, dlsb).
    • Kudu silih asih, silih asah jeung silih asuh (harus saling mencintai, memberi nasihat dan mengayomi).
    • Pondok jodo panjang baraya (siapapun walopun jodo kita tetap persaudaraan harus tetap dijaga)
    • Ulah ngaliarkeun taleus ateul (jangan menyebarkan isu hoax, memfitnah, dlsb).
    • Bengkung ngariung bongok ngaronyok (team works & solidarity dalam hal menghadapi kesulitan/ problems/ masalah harus di solve bersama).
    • Bobot pangayun timbang taraju (Logic, semua yang dilakukan harus penuh pertimbangan fairness, logic, common sense, dlsb)
    • Lain palid ku cikiih lain datang ku cileuncang (Vision, Mission, Goal, Directions, dlsb... kudu ada tujuan yg jelas sebelum melangkah).
    • Kudu nepi memeh indit (Planning & Simulation... harus tiba sebelum berangkat, make sure semuanya di prepare dulu).
    • Taraje nangeuh dulang pinande (setiap tugas harus dilaksanakan dengan baik dan benar).
    • Ulah pagiri- giri calik, pagirang- girang tampian (jangan berebut kekuasaan).
    • Ulah ngukur baju sasereg awak (Objektivitas, jangan melihat dari hanya kaca mata sendiri).
    • Ulah nyaliksik ku buuk leutik (jangan memperalat yang lemah/ rakyat jelata)
    • Ulah keok memeh dipacok (Ksatria, jangan mundur sebelum berupaya keras).
    • Kudu bisa kabulu kabale (Gawul, kemana aja bisa menyesuaikan diri).
    • Mun teu ngopek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, mun teu ngarah moal ngarih (Research & Development, Ngulik, Ngoprek, segalanya harus pakai akal dan harus terus di ulik, di teliti, kalo sudah diteliti dan dijadikan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan).
    • Cai karacak ninggang batu laun laun jadi dekok (Persistent, keukeuh, semangat pantang mundur).
    • Neangan luang tipapada urang (Belajar mencari pengetahuan dari pengalaman orang lain).
    • Nu lain kudu dilainkeun nu enya kudu dienyakeun (speak the truth nothing but the truth).
    • Kudu paheuyeuk- heuyeuk leungeun paantay-antay tangan (saling bekerjasama membangun kemitraan yang kuat).
    • Ulah taluk pedah jauh tong hoream pedah anggang jauh kudu dijugjug anggang kudu diteang (maju terus pantang mundur).
    • Ka cai jadi saleuwi kadarat jadi salogak (Kompak/ team work).
    • dlsb.
  2. Hubungan Dengan Tuhan (Yang Maha Kuasa)
    • Mulih kajati mulang kaasal (semuanya berasal dari Yang Maha Kuasa yang maha murbeng alam, semua orang akan kembali keasalnya).
    • Dihin pinasti anyar pinanggih (semua kejadian telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa yang selalu menjaga hukum-hukumnya).
    • Melak cabe jadi cabe melak bonteng jadi bonteng, melak hade jadi hade melak goreng jadi goreng (Hukum Yang Maha Kuasa adalah selalu menjaga hukum-2nya, apa yang ditanam itulah yang dituai, kalau kita menanam kebaikan walaupun sekecil elektron tetep akan dibalas kebaikan pula, kalau kita menanam keburukan maka keburukan pula yg didapat.... kira-2 apa yang sudah kita tanam selama ini sampai-2 Indonesia nyungseb seeeeeb ;))? )
    • Manuk hiber ku jangjangna jalma hirup ku akalna (Gunakan akal dalam melangkah, buat apa Yang Maha Kuasa menciptakan akal kalau tidak digunakan sebagai mestinya).
    • Nimu luang tina burang (semua kejadian pasti ada hikmah/ manfaatnya apabila kita bisa menyikapinya dengan cara yang positive).
    • Omat urang kudu bisa ngaji diri (kita harus bisa mengkaji diri sendiri jangan suka menyalahkan orang lain)
    • Urang kudu jadi ajug ulah jadi lilin (Jangan sampai kita terbakar oleh ucapan kita, misalnya kita memberikan nasihat yagn baik kepada orang lain tapi dalam kenyataan sehari- hari kita terbakar oleh nasihat-2 yang kita berikan kepada yang lain tsb, seperti layaknya lilin yang memberikan penerangan tapi ikut terbakar abis bersama api yang dihasilkan).
    • dlsb.
  3. Hubungan Dengan Alam
    • Gunung teu meunang di lebur, sagara teu meunang di ruksak, buyut teu meunang di rempak (Sustainable Development ~ Gunung tidak boleh dihancurkan, laut tidak boleh dirusak dan sejarah tidak boleh dilupakan... harus serasi dengan alam.).
    • Tatangkalan dileuweung teh kudu di pupusti (Pepohonan di hutan ituh harus di hormati, harus dibedakan istilah dipupusti (dihormati) dengan dipigusti (di Tuhankan) banyak yang salah arti disini).
    • Leuweung ruksak, cai beak, manusa balangsak (hutan harus dijaga, sumber air harus dimaintain kalo tidak maka manusia akan sengsara).
    • dlsb.
Sumber: Papatah Kolot (Pepatah Orang Tua) beredar di kampung-2 adat Sunda, dlsb.

Nah prinsip-2 tersebut hanya akan menjadi nilai-2 yang hampa dan kosong tidak berarti apa-2 apabila tidak dilaksanakan. Negara- negara yang sudah maju tentunya mereka telah melaksanakan nilai- nilai universal tersebut di atas dan memperoleh/ menuai apa yang mereka tanam/ laksanakan.

Legenda Lutung Kasarung

Lutung Kasarung (artinya Lutung yang Tersesat) adalah legenda masyarakat Sunda yang menceritakan tentang perjalanan Sanghyang Guruminda dari Kahyangan yang diturunkan ke Buana Panca Tengah (Bumi) dalam wujud seekor lutung (sejenis monyet). Dalam perjalanannya di Bumi, sang lutung bertemu dengan putri Purbasari Ayuwangi yang diusir oleh saudaranya yang pendengki, Purbararang. Lutung Kasarung adalah seekor mahkluk yang buruk rupa. Pada akhirnya ia berubah menjadi pangeran dan mengawini Purbasari, dan mereka memerintah Kerajaan Pasir Batang dan Kerajaan Cupu Mandala Ayu bersama-sama.
Legenda Lutung Kasarung

Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. "Aku sudah terlaalu tua, saatnya aku turun tahta," kata Prabu Tapa.
Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. "Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya," gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. "Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !" ujar Purbararang.
Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, "Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri". "Terima kasih paman", ujar Purbasari.
{mosimage}Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.
Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.
{mosimage}Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. "Apa manfaatnya bagiku ?", pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.
{mosimage}Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. "Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !", kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.
"Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku", kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, "Jadi monyet itu tunanganmu ?".
{mosimage}Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.
Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.
Sumber:http://www.e-smartschool.com
Film Lutung Kasarung:
Loetoeng Kasaroeng adalah film pertama yang diproduksi di Indonesia. Film bisu ini dirilis pada tahun 1927 oleh NV Java Film Company. Disutradarai oleh dua orang Belanda, G. Kruger dan L. Heuveldorp dan dibintangi oleh aktor-aktris pribumi, pemutaran perdananya di kota Bandung berlangsung dari tanggal 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927 di dua bioskop terkenal Elite dan Oriental Bioscoop (Majestic).
Cuplikan Article Tentang Refleksi Kebudayaan di Tengah ”Dunia yang Berlari”

Jika mencermati krisis kebudayaan kita, yang sebenarnya dihasilkan oleh jenis rasio model Odysses, maka penggunaan simbol Odysses kuranglah tepat. Jawaban-jawaban pragmatis, praktis, dan metodis sudah terbukti tidaklah berhasil menyelesaikan masalah. Seperti dikemukakan Einstein "apa yang menyebabkan masalah, tak bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah". Kita memerlukan rasio yang sanggup meladeni dunia yang terus berlari ini. Yang bisa tetap kritis sambil bertahan pada pegangan tertentu.
Kenapa Saini tak menggunakan tokoh Mundinglaya Dikusuma atau Lutung Kasarung yang juga sama-sama menawarkan kisah "Setiap kali ia mengatasi suatu masalah, muncul masalah baru. Kalau masalah baru dipecahkannya, muncul lagi masalah yang lain"? Lutung Kasarung menampilkan cara menjawab yang berbeda, ia tidak sekadar menyelesaikan masalah untuk menimbulkan masalah sampai tak terbatas, infitum. Ada akhir dan ada rujukan "langit" yang ia gunakan. Pada kisah pantun ini kita menemukan sebuah cara yang seperti "menerobos ke dalam sebab-sebab umum di luar sebab-sebab khusus", Lutung Kasarung juga seperti berupaya mentransendensi semua metode yang lazim saat itu.
Pada kisah Lutung Kasarung kita menemukan kesadaran akan kodrat tropisme, bukan kodrat keperkasaan macam Odysses yang justru seluruh pengalamannya merupakan kutukan atas keperkasaannya. Tropisme atau kerinduan akan cahaya, kepada sinar yang memendam isyarat, kepada matahari yang melintas ke arah finalitas, semua hal; dan kepada matahari yang terbit dari asal hal-hal itu. Jawaban model Lutung Kasarung mengarahkan kita ke sumber dan ke tujuan dan bersembunyi di bawah tepian dunia. Dalam banyak hal model Lutung Kasarung memiliki ciri yang mirip dengan rasio spekulatif yang "membawa kebaruan imajinatif yang tetap relevan namun sekaligus mengungguli cara-cara tradisional".
Melalui model jawaban Lutung Kasarung saya membayangkan adanya pertalian mendalam antara daya kritis dengan Kesadaran Religius. Kesadaran yang mengandaikan kemampuan mengambil jarak dengan lingkungan sosial sekaligus kemampuan untuk menemukan hal-hal permanen dan masuk akal dalam sejarah dan dalam dunia, yang bisa dipakai untuk menafsirkan detil-detil langsung yang centang perentang. Melalui daya kritis dan kesadaran religius ini kita dapat menemukan titik buta atau sementara dari metode yang selama ini kita gunakan dalam menyusun kebudayaan, sekaligus titik terang yang bisa dikembangkan bagi dunia masa depan. Dengan cara ini pula, kritik tidak menghabisi semua hal, justru menggunakan bahan yang ada bagi pengembangan masa depan. Whitehead dalam Symbolism Its Meaning and Effect menyatakan, "Masyarakat-masyarakat yang tak bisa memadukan rasa hormat kepada lambang-lambangnya dengan kebebasan untuk merevisi, pada akhirnya pasti akan hancur, mungkin karena anarki, bisa juga karena penyusutan perlahan-lahan dari hidup yang tercekik oleh bayang-bayang yang tiada guna".
Implikasinya adalah munculnya alternatif dalam bentuk pola pikir baru dalam memandang dunia kehidupan. Alternatif penyelesaian bukan hanya reformulasi sejumlah institusi lama yang sudah ada. Saya percaya, Saini KM sebenarnya memiliki jawaban model Lutung Kasarung. Karena saya yakin ia juga sedang menggunakan model ini ketika ia mengajukan pernyataan, "keberagamaan yang sejati (autentik) tidak mungkin sejati tanpa membumi dan menyejarah, dengan kata lain membudaya. Ini membawa akibat (implikasi) lain, yaitu bahwa keberagamaan yang sejati (autentik) adalah keberagamaan yang kreatif. Artinya, keberagamaan yang senantiasa terbuka kepada perubahan (ruang dan waktu) dan senantiasa berupaya menyesuaikan diri kepada perubahan tanpa kehilangan hakikat religiusnya, yaitu aspirasi spiritualnya". Kutipan ini membuktikan keinginannya untuk tetap kritis sambil tetap bertahan. Walaupun demikian, saya pribadi tak memahami kata "menyesuaikan diri" dalam kutipan ini. Kata "menyesuaikan" terkesan metodis dan pragmatis padahal kita membutuhkan lebih dari pragmatis, bahkan jenis ikan tertentu berupaya melawan arus sungai agar ia dapat memperpanjang generasinya.
Ala Kulli Hal, refleksi kebudayaan Saini KM memberikan kesegaran tertentu bagi saya. Semua pembacaan ini bisa jadi, dan sangat mungkin, berasal dari kedhaifan saya membaca hal ihwal tulisan Saini KM. Karena dalam tradisi Sunda ada sejumlah syarat pembacaan: nu apal ka basana, weruh ka semuna, rancage hatena, dan rancingas hatena. Saya pastilah tak tahu basa, apalagi memahami semu; saya juga bukan orang yang memiliki hate yang rancage, apalagi rasa yang rancingas.***

Oleh BAMBANG Q-ANEES, Pikiran Rakyat

Legenda Sangkuriang

Cerita ini bermula pada zaman dahulu kala, dikala tanah Sunda kuno dikuasai oleh seorang Raja dan Ratu yang mempunyai putri cantik dan pintar bernama Dayang Sumbi. Dayang Sumbi adalah putri yang manja tetapi pemarah. Alkisah dilain cerita, dinegeri khayangan seorang Dewa mendapat kutukan menjadi seekor anjing dan dibuang ke bumi. Suatu pagi yang cerah Dayang Sumbi sedang asyik menenun, namun pada satu saat pintalan benangnya jatuh, Dayang Sumbi kesal akan ketelodaranya kemudian dia berucap bahwa siapa saja yang dapat mengambilkan pintalan benang itu, apa bila dia wanita maka dia akan dijadikan adiknya, sedangkan apabila dia laki - laki maka dia akan dijadikan suaminya. Begitu terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat yang membawakan pintalan benangnya adalah seekor anjing jantan hitam. Dia harus menepati janjinya, akhirnya Dayang Sumbi pun menikah dengan anjing hitam bernama si Tumang yang merupakan jelmaan dari Dewa yang terkena kutukan.

Mereka hidup bahagia dan dikarunai seorang putra bernama Sangkuriang. Karena putra seorang dewa maka Sangkuriang pun mewarisi kesaktian seperti Dewa. Sangkuriang tumbuh ditemani oleh anjing kesayangan si tumang yang tidak lain adalah ayahnya.
Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh Sangkuriang untuk mencarikannya hati sekor kijang untuk sebuah perayaan kecil. Sangkuriang pun berangkat mencari hewan buruan ditemani si tumang anjing kesayangannya. Setelah seharian penuh Sangkuriang belum menemukan hewan buruannya, dia mulai bingung dan takut untuk pulang karena belum membawa hasil. Dalam keputusasaannya Sangkuriang mengambil panah dan memanah si tumang, dalam keadaan menyesal Sangkuriang mengambil hati si tumang dan segera pulang kerumah.
Dayang Sumbi merasa heran karena Sangkuriang tidak ditemani oleh si tumang dan dia bertanya kemana si tumang, Sangkuriang berkata bohong kalau si tumang telah mati diterkam oleh macan. Namun ibunya tidak percaya, setelah didesak akhirnya Sangkuriang pun menceritakan hal yang sebenarnya. Begitu marahnya Dayang Sumbi mendengar cerita dari Sangkuriang hingga tanpa sadar gayung yang sedang dipegangnya dipukulkan kepada Sangkuriang dan mengenai kepalanya. Dayang Sumbi hanya bisa menangis dan menyesali nasibnya sementara Sangkuriang melarikan diri dan tidak pernah kembali.
Waktu terus berlalu, Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pria tampan dan sakti. Dalam petualangannya dia bertemu seorang wanita yang sangat cantik dan mereka pun saling jatuh cinta. Sangkuriang tidak tahu bahwa wanita itu adalah Dayang Sumbi yang tidak lain adalah ibu kandungnya sendiri. Pada akhirnya Sangkuriang melamar Dayang Sumbi. Sehari sebelum pernikahan Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang, dia sangat terkejut ketika melihat bekas luka dikepala Sangkuriang. Ternyata Sangkuriang adalah anaknya yang tengah ditunggu - tunggu selama ini. Dayang Sumbi pun bermaksud membatalkan pernikahan ini dan memberitahu bahwa Sangkuriang adalah anaknya, namun Sangkuriang tetap pada pendiriannya dan tidak mempercayai apa yang diceritakan oleh ibunya.
Dayang Sumbi akhirnya mengajukan beberapa syarat yang tidak mungkin dapat dipenuhi oleh Sangkuriang dalam satu hari. Dia meminta Sangkuriang untuk membuatkannya danau dan sebuah perahu yang harus diselesaikan pada saat fajar tiba sebagai hadiah perkawinan. Sangkuriang menyanggupi permintaan ini.
Dengan kesaktian dan bantuan dari siluman dan mahluk halus dimulailah pekerjaan besar ini. Sungai mulai dibendung dengan menggunakan kayu, batu dan lumpur. Air mulai terbendung dan membentuk sebuah danau yang besar, Sangkuriang mulai menebang sebuah pohon besar dan membentuknya menjadi sebuah perahu.
Sementara itu Dayang Sumbi sedang berdoa memohon agar matahari diterbitkan lebih awal dari biasanya, Dewa mendengar permohonan Dayang Sumbi dan mengabulkannya. Para siluman dan mahluk halus lainnya berlari meninggalkan pekerjaanya karena fajar telah tiba. Sangkuriang telah gagal memenuhi permintaan Dayang Sumbi, dia marah bukan kepalang lalu ditendangnya perahu setengah jadi itu kehutan hingga perahu itu jatuh terbalik. Sangkuriang mengumbar amarahnya membuat Dewa murka hingga menurunkan bencana, bumi menelan Sangkuriang. Pada saat itulah Sangkuriang menyadari kesalahannya, sebelum ajal menjemput, Sangkuriang menjerit memohon maaf kepada ibunda tercinta.
Waktu berlalu, konon perahu Sangkuriang lambat laun berubah menjadi sebuah gunung. Gunung yang terletak di bagian utara kota Bandung itu kini terkenal dengan nama Tangkuban Parahu ("perahu terbalik"), hutan yang ditebangi Sangkuriang dianamakan Bukit Tunggul.

Watak Dari Budaya Sunda

Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun...
Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa namun dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara. Bahkan menurut Stephen Openheimer dalam bukunya berjudul Sundaland, Tatar Sunda/ Paparan Sunda (Sundaland) merupakan pusat peradaban di dunia. Sejak dari awal hingga kini, budaya Sunda terbentuk sebagai satu budaya luhur di Indonesia. Namun, modernisasi dan masuknya budaya luar lambat laun mengikis keluhuran budaya Sunda, yang membentuk etos dan watak manusia Sunda.
Makna kata Sunda sangat luhur, yakni cahaya, cemerlang, putih, atau bersih. Makna kata Sunda itu tidak hanya ditampilkan dalam penampilan, tapi juga didalami dalam hati. Karena itu, orang Sunda yang 'nyunda' perlu memiliki hati yang luhur pula. Itulah yang perlu dipahami bila mencintai, sekaligus bangga terhadap budaya Sunda yang dimilikinya.
Setiap bangsa memiliki etos, kultur, dan budaya yang berbeda. Namun tidaklah heran jika ada bangsa yang berhasrat menanamkan etos budayanya kepada bangsa lain. Karena beranggapan, bahwa etos dan kultur budaya memiliki kelebihan. Kecenderungan ini terlihat pada etos dan kultur budaya bangsa kita, karena dalam beberapa dekade telah terimbas oleh budaya bangsa lain. Arus modernisasi menggempur budaya nasional yang menjadi jati diri bangsa. Budaya nasional kini terlihat sangat kuno, bahkan ada generasi muda yang malu mempelajarinya. Kemampuan menguasai kesenian tradisional dianggap tak bermanfaat. Rasa bangsa kian terkikis, karena budaya bangsa lain lebih terlihat menyilaukan. Kondisi memprihatinkan ini juga terjadi pada budaya Sunda, sehingga orang Sunda kehilangan jati dirinya.
Untuk menghadapi keterpurukan kebudayaan Sunda, ada baiknya kita melangkah ke belakang dulu. Mempelajari, dan mengumpulkan pasir mutiara yang berserakan selama ini. Banyak petuah bijak dan khazanah ucapan nenek moyang jadi berkarat, akibat tidak pernah tersentuh pemiliknya. Hal ini disebabkan keengganan untuk mempelajari dengan seksama, bahkan mereka beranggapan ketinggalan zaman. Bila dipelajari, sebenarnya pancaran etika moral Sunda memiliki khazanah hikmah yang luar biasa. Hal itu terproyeksikan lewat tradisinya. Karena itu, marilah kita kenali kembali, dan menguak beberapa butir peninggalan nenek moyang Sunda yang hampir.
Ada beberapa etos atau watak dalam budaya Sunda tentang satu jalan menuju keutamaan hidup. Selain itu, etos dan watak Sunda juga dapat menjadi bekal keselamatan dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Etos dan watak Sunda itu ada lima, yakni cageur, bageur, bener, singer, dan pinter yang sudah lahir sekitar jaman Salakanagara dan Tarumanagara. Ada bentuk lain ucapan sesepuh Sunda yang lahir pada abad tersebut. Lima kata itu diyakini mampu menghadapi keterpurukan akibat penjajahan pada zaman itu. Coba kita resapi pelita kehidupan lewat lima kata itu. Semua ini sebagai dasar utama urang Sunda yang hidupnya harus 'nyunda', termasuk para pemimpin bangsa.
Cara meresapinya dengan memahami artinya. Cageur, yakni harus sehat jasmani dan rohani, sehat berpikir, sehat berpendapat, sehat lahir dan batin, sehat moral, sehat berbuat dan bertindak, sehat berprasangka atau menjauhkan sifat suudzonisme. Bageur yaitu baik hati, sayang kepada sesama, banyak memberi pendapat dan kaidah moril terpuji ataupun materi, tidak pelit, tidak emosional, baik hati, penolong dan ikhlas menjalankan serta mengamalkan, bukan hanya dibaca atau diucapkan saja. Bener yaitu tidak bohong, tidak asal-asalan dalam mengerjakan tugas pekerjaan, amanah, lurus menjalankan agama, benar dalam memimpin, berdagang, tidak memalsu atau mengurangi timbangan, dan tidak merusak alam. Singer, yaitu penuh mawas diri bukan was-was, mengerti pada setiap tugas, mendahulukan orang lain sebelum pribadi, pandai menghargai pendapat yang lain, penuh kasih sayang, tidak cepat marah jika dikritik tetapi diresapi makna esensinya. Pinter, yaitu pandai ilmu dunia dan akhirat, mengerti ilmu agama sampai ke dasarnya, luas jangkauan ilmu dunia dan akhirat walau berbeda keyakinan, pandai menyesuaikan diri dengan sesama, pandai mengemukakan dan membereskan masalah pelik dengan bijaksana, dan tidak merasa pintar sendiri sambil menyudutkan orang lain...

Kronologi Sejarah Sunda


Kronologi Sejarah Kerajaan Sunda
Kerajaan Sunda (669-1579 M), menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 591 Caka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari abad ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa Tengah.
Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental (1513 – 1515), menyebutkan batas wilayah Kerajaan Sunda di sebelah timur sebagai berikut: “Sementara orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang lainnya berkata bahwa Kerajaan Sunda mencakup sepertiga Pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Katanya, keliling Pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Ci Manuk.'
Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda.
Hubungan Kerajaan Sunda dengan Eropa
Kerajaan Sunda sudah lama menjalin hubungan dagang dengan bangsa Eropa seperti Inggris, Perancis dan Portugis. Kerajaan Sunda malah pernah menjalin hubungan politik dengan bangsa Portugis. Dalam tahun 1522, Kerajaan Sunda menandatangani Perjanjian Sunda-Portugis yang membolehkan orang Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kelapa. Sebagai imbalannya, Portugis diharuskan memberi bantuan militer kepada Kerajaan Sunda dalam menghadapi serangan dari Demak dan Cirebon (yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda).
Sejarah
Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bagian dari Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666-669 M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua anak, yang keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702) memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Galuh yang mandiri. dari pihak Tarumanagara sendiri, Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara. Tarusbawa selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan dimana di daerah tersebut sungai Ciliwung dan sungai Cisadane berdekatan dan berjajar. Kurang lebih adalah Kotamadya Bogor saat ini. Sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M). Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum (Sunda di sebelah barat, Galuh di sebelah timur).
Kerajaan kembar
Putera Tarusbawa yang terbesar, Rarkyan Sundasambawa, wafat saat masih muda, meninggalkan seorang anak perempuan, Nay Sekarkancana. Cucu Tarusbawa ini lantas dinikahi oleh Rahyang Sanjaya dari Galuh, sampai mempunyai seorang putera, Rahyang Tamperan.
Ibu dari Sanjaya adalah SANAHA, cucu Ratu Shima dari Kalingga, di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja Galuh ketiga, teman dekat Tarusbawa.
Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh PURBASORA. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah.
Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara / Kerajaan Sunda. Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh, dengan bantuan Tarusbawa, untuk melengserkan Purbasora.
Saat Tarusbawa meninggal (tahun 723), kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan Sanjaya. Di tangan Sanjaya, Sunda dan Galuh bersatu kembali.
Tahun 732 Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh ke puteranya, Tamperan / Rarkyan Panaraban. Di Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rarkyan Panangkaran / Rakai Panangkaran.
Rahyang Tamperan / RARKYAN PANARABAN berkuasa di Sunda-Galuh selama tujuh tahun (732-739), lalu membagi kekuasaan pada dua puteranya: Sang Manarah (dalam carita rakyat disebut Ciung Wanara) di Galuh serta Sang Banga (Hariang Banga) di Sunda.
Sang Banga (Prabhu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya) menjadi raja selama 27 tahun (739-766), tapi hanya menguasai Sunda dari tahun 759. Dari Déwi Kancanasari, keturunan Demunawan dari Saunggalah, Sang Banga mempunyai putera, bernama Rarkyan Medang, yang kemudian meneruskan kekuasaanya di Sunda selama 17 tahun (766-783) dengan gelar Prabhu Hulukujang.
Karena anaknya perempuan, Rakryan Medang mewariskan kekuasaanya kepada menantunya, Rakryan Hujungkulon atau Prabhu Gilingwesi (dari Galuh, putera Sang Mansiri), yang menguasai Sunda selama 12 tahun (783-795).
Karena Rakryan Hujungkulon inipun hanya mempunyai anak perempuan, maka kekuasaan Sunda lantas jatuh ke menantunya, Rakryan Diwus (dengan gelar Prabu Pucukbhumi Dharmeswara) yang berkuasa selama 24 tahun (795-819).
Dari Rakryan Diwus, kekuasaan Sunda jatuh ke puteranya, Rakryan Wuwus, yang menikah dengan putera dari Sang Welengan (raja Galuh, 806-813). Kekuasaan Galuh juga jatuh kepadanya saat saudara iparnya, Sang Prabhu Linggabhumi (813-842), meninggal dunia. Kekuasaan Sunda-Galuh dipegang oleh RAKRYAN WUWUS (dengan gelar Prabhu Gajahkulon) sampai ia wafat tahun 891.
Sepeninggal Rakryan Wuwus, kekuasaan Sunda-Galuh jatuh ke adik iparnya dari Galuh, Arya Kadatwan. Hanya saja, karena tidak disukai oleh para pembesar dari Sunda, ia dibunuh tahun 895, sedangkan kekuasaannya diturunkan ke putranya, Rakryan Windusakti.
Kekuasaan ini lantas diturunkan pada putera sulungnya, Rakryan Kamuninggading (913). RAKRYAN KAMUNINGGADING menguasai Sunda-Galuh hanya tiga tahun, sebab kemudian direbut oleh adiknya, Rakryan Jayagiri (916).
RAKRYAN JAYAGIRI berkuasa selama 28 tahun, kemudian diwariskan kepada menantunya, Rakryan Watuagung, tahun 942.
Melanjutkan dendam orangtuanya, Rakryan Watuagung direbut kekuasaannya oleh keponakannya (putera Kamuninggading), Sang Limburkancana (954-964).
Dari Limburkancana, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan oleh putera sulungnya, Rakryan Sundasambawa (964-973). Karena tidak mempunyai putera dari Sundasambawa, kekuasaan tersebut jatuh ke adik iparnya, Rakryan Jayagiri (973-989).
Rakryan Jayagiri mewariskan kekuasaannya ka puteranya, Rakryan Gendang (989-1012), dilanjutkan oleh cucunya, Prabhu Déwasanghyang (1012-1019). Dari Déwasanghyang, kekuasaan diwariskan kepada puteranya, lalu ke cucunya yang membuat prasasti Cibadak, Sri Jayabhupati (1030-1042). Sri Jayabhupati adalah menantu dari Dharmawangsa Teguh dari Jawa Timur, mertua raja Erlangga (1019-1042).
Dari Sri Jayabhupati, kekuasaan diwariskan kepada putranya, Dharmaraja (1042-1064), lalu ke cucu menantunya, Prabhu Langlangbhumi ((1064-1154). Prabu Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya, Rakryan Jayagiri (1154-1156), lantas oleh cucunya, Prabhu Dharmakusuma (1156-1175). Dari Prabu Dharmakusuma, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan kepada putranya, Prabhu Guru Dharmasiksa, yang memerintah selama 122 tahun (1175-1297). Dharmasiksa memimpin Sunda-Galuh dari Saunggalah selama 12 tahun, tapi kemudian memindahkan pusat pemerintahan kepada Pakuan Pajajaran, kembali lagi ke tempat awal moyangnya (Tarusbawa) memimpin kerajaan Sunda.
Sepeninggal Dharmasiksa, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya yang terbesar, Rakryan Saunggalah (Prabhu Ragasuci), yang berkuasa selama enam tahun (1297-1303). Prabhu Ragasuci kemudian diganti oleh putranya, Prabhu Citraganda, yang berkuasa selama delapan tahun(1303-1311), kemudian oleh keturunannya lagi, Prabu Linggadéwata (1311-1333). Karena hanya mempunyai anak perempuan, Linggadéwata menurunkan kekuasaannya ke menantunya, Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340), kemudian ke Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350). Dari Prabu Ragamulya, kekuasaan diwariskan ke putranya, Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357), yang di ujung kekuasaannya gugur di Bubat (baca Perang Bubat). Karena saat kejadian di Bubat, putranya -- Niskalawastukancana -- masih kecil, kekuasaan Sunda sementara dipegang oleh Patih Mangkubumi Sang Prabu Bunisora (1357-1371).
Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana Gedé, Kawali, Ciamis.
Sapeninggal Prabu Bunisora, kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana, Niskalawastukancana, yang kemudian memimpin selama 104 tahun (1371-1475). Dari isteri pertama, Nay Ratna Sarkati, ia mempunyai putera Sang Haliwungan (Prabu Susuktunggal), yang diberi kekuasaan bawahan di daerah sebelah barat Citarum (daerah asal Sunda). Prabu Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran, membangun pusat pemerintahan ini dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya terbilang lama (1382-1482), sebab sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah timur.
Dari Nay Ratna Mayangsari, istrinya yang kedua, ia mempunyai putera Ningratkancana (Prabu Déwaniskala), yang meneruskan kekuasaan ayahnya di daerah Galuh (1475-1482).
Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan ahli warisnya dengan menikahkan Jayadéwata (putra Ningratkancana) dengan Ambetkasih (putra Susuktunggal). Tahun 1482, kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh Jayadéwata (yang bergelar Sri Baduga Maharaja). Sapeninggal Jayadéwata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu Surawisésa (1521-1535), kemudian Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543), Prabu Sakti (1543-1551), Prabu Nilakéndra (1551-1567), serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten, kerajaan Sunda lainnya, di tahun 1579, yang mengalibatkan kekuasaan Prabu Surya Kancana dan Kerajaan Pajajaran runtuh.
Sebelum Kerajaan Pajajaran runtuh Prabu Surya Kancana memerintahkan ke empat patihnya untuk membawa mahkota kerajaan beserta anggota kerajaan ke Sumedang Larang yang sama- sama merupakan keturunan Kerajaan Sunda untuk meneruskan pemerintahan.
Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Geusan Ulun Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung yang berlokasi di Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur, memperlihatkan ke Agungan Yang Maha Kuasa) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. Prabu Guru Aji Putih memiliki putra yang bernama Prabu Tajimalela dan kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.
Pemerintahan berdaulat
Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)
Prabu Agung Resi Cakrabuana atau lebih dikenal Prabu Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal berdiri bernama Kerajaan Tembong Agung dengan ibukota di Leuwihideung (sekarang Kecamatan Darmaraja). Beliau punya tiga putra yaitu Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun.
Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan pera keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes.
Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan Guling, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan Tuakan. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda, putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun.
Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Santri, julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang.
Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri
Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi Pangeran Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya.
Prabu Geusan Ulun
Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Beliau menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsa menggantikan kepemimpinannya.
Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun si Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot.
Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten (wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia.
Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram. Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati).
Raja-raja Kerajaan Sunda dari Salaka Nagara s/d Sumedang Larang
Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):
Periode Salaka Nagara dan Taruma Nagara (Dewawarman - Linggawarman, 150 - 669).
0. Dewawarman I - VIII, 150 - 362
1. Jayasingawarman, 358-382
2. Dharmayawarman, 382-395
3. Purnawarman, 395-434
4. Wisnuwarman, 434-455
5. Indrawarman, 455-515
6. Candrawarman, 515-535
7. Suryawarman, 535-561
8. Kertawarman, 561-628
9. Sudhawarman, 628-639
10. Hariwangsawarman, 639-640
11. Nagajayawarman, 640-666
12. Linggawarman, 666-669
Periode Kerajaan Galuh - Pakuan - Pajajaran - Sumedang Larang
1. Tarusbawa (menantu Linggawarman, 669 - 723)
2. Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 - 732)
3. Tamperan Barmawijaya (732 - 739)
4. Rakeyan Banga (739 - 766)
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)
6. Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)
7. Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)
8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)
9. Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 - 895)
10. Windusakti Prabu Déwageng (895 - 913)
11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 - 916)
12. Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)
13. Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)
14. Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)
15. Munding Ganawirya (964 - 973)
16. Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989)
17. Brajawisésa (989 - 1012)
18. Déwa Sanghyang (1012 - 1019)
19. Sanghyang Ageng (1019 - 1030)
20. Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 - 1042)
21. Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja, 1042 - 1065)
22. Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta, 1065 - 1155)
23. Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 - 1157)
24. Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja, 1157 - 1175)
25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)
26. Ragasuci (Sang Mokténg Taman, 1297 - 1303)
27. Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, 1303 - 1311)
28. Prabu Linggadéwata (1311-1333)
29. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
31. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
32. Prabu Bunisora (1357-1371)
33. Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)
34. Prabu Susuktunggal (1475-1482)
35. Prabu Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)
36. Prabu Surawisésa (1521-1535)
37. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
38. Prabu Sakti (1543-1551)
39. Prabu Nilakéndra (1551-1567)
40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)
41. Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M)
Sumber:
- Herwig Zahorka, The Sunda Kingdoms of West Java, From Taruma Nagara to Pakuan Pajajaran with Royal Center of Bogor, tahun 2007.
- Saleh Danasasmita, Sajarah Bogor, Tahun 2000
- Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005.
- Aca. 1968. Carita Parahiyangan: naskah titilar karuhun urang Sunda abad ka-16 Maséhi. Yayasan Kabudayaan Nusalarang, Bandung.
- Edi S. Ekajati. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Pustaka Jaya, Jakarta. ISBN 979-419-329-1
- Yoséph Iskandar. 1997. Sejarah Jawa Barat: yuganing rajakawasa. Geger Sunten, Bandung.

Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627), batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali ("Sungai Pamali", sekarang disebut sebagai Kali Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.

Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah ada sejak jaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke Sumedang Larang Abad ke- 17, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara sampai ke Galuh, Pakuan Pajajaran, dan Sumedang Larang. Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang cinta damai, selama pemerintahannya tidak melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Keturunan Kerajaan Sunda telah melahirkan kerajaan- kerajaan besar di Nusantara diantaranya Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, dll.

Comments

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More